Distribusi Obat

 Insulin yang dikirimkan oleh PBF tidak sesuai dengan yang dituliskan pada surat pesanan. Kesalahan dalam kegiatan distribusi tidak terlepas dari kualitas personalia. PerBPOM No.6 Tahun 2020 menyatakan bahwa tiap personil tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindari risiko terhadap mutu obat dan/atau bahan obat. Kondisi beban kerja yang tinggi diakibatkan oleh kurangnya jumlah tenaga yang dibutuhkan sehingga mengakibatkan penurunan produktivitas yang akan memicu terjadinya stres kerja. Stres kerja pada personalia dapat mempengaruhi penilaian dan kualitas kegiatan distribusi (Amanda & Hadisaputri, 2023). Beban tanggung jawab yang berlebihan dapat menjadi salah satu faktor yang berperan dalam kasus ini. Akibatnya, terjadi kesalahan dalam pengiriman insulin antara jumlah yang dipesan dan jumlah yang diantarkan. Kondisi ini akan mengakibatkan kerugian pada PBF. Insulin merupakan produk yang membutuhkan suhu penyimpanan rendah. Berdasarkan PerBPOM No.6 Tahun 2020, obat dan/atau bahan obat yang memerlukan kondisi suhu penyimpanan yang rendah tidak dapat dikembalikan. Permasalahan personalia juga dapat diakibatkan oleh adanya definisi tugas dan tanggung jawab yang tidak jelas dan tidak dipahami oleh personil yang bersangkutan. Berdasarkan PerBPOM No.6 Tahun 2020, tugas dan tanggung jawab personil harus didefinisikan secara jelas dan dipahami oleh personil yang bersangkutan serta dijabarkan dalam uraian tugas. Kegiatan tertentu yang memerlukan perhatian khusus, misalnya pengawasan kinerja, dilakukan sesuai dengan ketentuan dan peraturan. Personil yang terlibat di rantai distribusi harus diberi penjelasan dan pelatihan yang memadai mengenai tugas dan tanggung jawabnya. Akibat kurangnya pemahaman dari personil terhadap tugas dan tanggung jawab, terjadi peningkatan risiko terjadinya kesalahan dalam proses distribusi yang tentunya akan berdampak pada perkembangan perusahaan.

Pada Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 6 Tahun 2020, dinyatakan bahwa pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta distribusi obat dan/atau bahan obat yang benar sangat bergantung pada personil yang menjalankannya. Harus ada personil yang cukup dan kompeten untuk melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawab fasilitas distribusi. Tanggung jawab masing-masing personil harus dipahami dengan jelas dan dicatat. Semua personil harus memahami prinsip CDOB dan harus menerima pelatihan dasar maupun pelatihan lanjutan yang sesuai dengan tanggung jawabnya. Kesalahan penulisan jumlah sediaan produk Ryzodeg Flextouch 100 IU/ml (Insulin degludec 2,56 mg, insulin aspart 1,05 mg) di SP (Surat Pesanan) pada kasus mengindikasikan jika ada kemungkinan bahwa personil pihak PBF relasi kurang kompeten, sehingga melakukan suatu kelalaian, serta membutuhkan pelatihan yang sesuai dengan tanggung jawabnya.

Beberapa permasalahan ditemukan pada kegiatan inspeksi diri diantaranya ditemukan rak obat di gudang yang sudah berdebu, checklist kebersihan yang tidak diisi selama 1 minggu, dan genset yang tidak berfungsi dengan baik. Adanya debu pada fasilitas penyimpanan sediaan dapat mempengaruhi mutu dan bahan obat. Faktor yang diduga menyebabkan rak gudang berdebu tersebut kurangnya perhatian dalam perawatan pada ruang penyimpanan yang dapat dilihat dari checklist kebersihan ruang penyimpanan yang tidak diisi selama 1 minggu (BPOM, 2020). Selain itu, hal ini juga bisa disebabkan karena sirkulasi udara yang buruk. Sirkulasi udara yang baik penting untuk menjaga kualitas penyimpanan obat di gudang. Sirkulasi udara yang baik dapat mencegah penumpukan debu dan kontaminan lain yang dapat mempengaruhi mutu obat. Jendela dan ventilasi sebaiknya cukup untuk menjaga sirkulasi udara, bau, kelembaban dan debu tetap dalam batas yang dapat diterima (BPOM, 2021). Disamping rak obat di gudang yang berdebu, ditemukan pula bahwa alat genset pada gudang tidak berfungsi dengan baik yang mungkin disebabkan kurangnya anggaran atau kurangnya perhatian untuk pengadaan dan pemeliharaan fasilitas di gudang instalasi farmasi sehingga dapat mempengaruhi proses pengelolaan persediaan obat (Samosir, 2021). Hal ini dapat dapat menyebabkan terjadinya pemadaman listrik dimana genset digunakan sebagai cadangan listrik. Apabila alat tidak berfungsi akan mempengaruhi kendali suhu dan kualitas obat. Pengendalian suhu sangat berperan dalam efektivitas dan stabilitas obat (Ranti et al., 2021). Jika obat tidak stabil dan efektif maka akan membahayakan pasien serta obat yang rusak tadi tentunya akan menyebabkan kerugian finansial pada perusahaan (Rahmadhani et al., 2022).


3.3.2 Alur dan Persyaratan Distribusi Obat

  1. Pengadaan obat

Dalam pengadaan obat, harus dilengkapi dengan surat pesanan. Surat Pesanan dapat diberikan secara sistem elektronik dengan ketentuan sebagai berikut: 

  1. Sistem elektronik harus bisa menjamin otoritas penggunaan sistem hanya oleh Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian Penanggung Jawab.

  2. Harus mencantumkan:

  1. Nama sarana sesuai izin (disertai nomor izin) & alamat lengkap (termasuk nomor telpon/faksimili bila ada) dan stempel sarana 

  2. Nama fasilitas pemasok beserta alamat lengkap

  3. Nama, bentuk & kekuatan sediaan, jumlah ( dalam bentuk angka & huruf) dan isi kemasan (kemasan penyaluran terkecil atau tidak dalam bentuk eceran dari Obat/Bahan Obat yang dipesan

  4. Nomor urut surat pesanan, nama kota dan tanggal dengan penulisan yang jelas

  1. Sistem elektronik yang digunakan harus bisa menjamin ketertelusuran produk, sekurang kurangnya dalam batas waktu 5 (lima) tahun terakhir

  2. Surat Pesanan elektronik harus dapat ditunjukkan dan dipertanggungjawabkan kebenarannya pada saat pemeriksaan, baik oleh pihak yang menerbitkan surat pesanan maupun pihak yang menerima menerima surat pesanan

  3. Harus tersedia sistem backup data secara elektronik

  4. Sistem pesanan elektronik harus memudahkan dalam evaluasi dan penarikan data pada saat dibutuhkan oleh pihak yang menerbitkan surat pesanan dan/atau oleh pihak yang menerima surat pesanan. 

  5. Pesanan secara elektronik yang dikirimkan ke pemasok harus dipastikan diterima oleh pemasok, yang dapat dibuktikan melalui adanya pemberitahuan secara elektronik dari pihak pemasok bahwa pesanan tersebut telah diterima.

Surat Pesanan dapat diberikan secara manual dengan ketentuan sebagai berikut: 

  1. Asli dan dibuat sekurang-kurangnya rangkap 2 (dua) serta tidak dibenarkan dalam bentuk faksimili dan fotokopi. Satu rangkap surat pesanan diserahkan kepada pemasok dan 1 (satu) rangkap sebagai arsip; 

  2. Ditandatangani oleh Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian Penanggung Jawab, dilengkapi dengan nama jelas, dan nomor Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)/Surat Izin Praktik Tenaga Teknis Kefarmasian (SIPTTK) sesuai ketentuan perundang undangan

  3. Harus mencantumkan: 

  1. Nama sarana sesuai izin (disertai nomor izin) & alamat lengkap (termasuk nomor telpon/faksimili bila ada) dan stempel sarana 

  2. Nama fasilitas pemasok beserta alamat lengkap

  3. Nama, bentuk & kekuatan sediaan, jumlah ( dalam bentuk angka & huruf) dan isi kemasan (kemasan penyaluran terkecil atau tidak dalam bentuk eceran dari Obat/Bahan Obat yang dipesan

  4. Nomor urut surat pesanan, nama kota dan tanggal dengan penulisan yang jelas

(BPOM, 2021)


  1. Penerimaan Obat

  1. Obat dan atau bahan obat dipastikan benar, berasal dari pemasok yang disetujui, tidak rusak atau mengalami perubahan selama transportasi

  2. Obat dan/atau bahan obat tidak boleh diterima jika kedaluwarsa, atau mendekati tanggal kadaluarsa sehingga kemungkinan besar obat dan/atau bahan obat telah kedaluwarsa sebelum digunakan

  3. Obat dan/atau bahan obat yang memerlukan penyimpanan atau tindakan pengamanan khusus, harus segera dipindahkan ke tempat penyimpanan yang sesuai setelah dilakukan pemeriksaan

  4. Nomor bets dan tanggal kadaluarsa obat dan/atau bahan obat harus dicatat selama penerimaan

  5. Penemuan obat dan/atau bahan obat diduga palsu, bets harus segera dipisahkan  dan dilaporkan ke instansi berwenang, dan ke pemegang izin edar. 

  6. Pengiriman obat dan/atau bahan obat dari sarana transportasi harus diperiksa sebagai bentuk verifikasi terhadap keutuhan kontainer, fisik, dn fitur kemasan serta label kemasan 

  1. Penyimpanan Obat

  1. Volume pemesanan obat harus mempertimbangkan kapasitas penyimpanan

  2. Obat disimpan terpisah dari produk selain obat 

  3. Kontainer obat yang diterima harus dibersihkan sebelum disimpan

  4. Memastikan rotasi stock sesuai tanggal kadaluarsa obat mengikuti kaidah FEFO (First Expired First Out)

  5. Obat tidak boleh diletakkan langsung di lantai

  6. Obat yang kadaluarsa harus segera ditarik, dipisahkan secara fisik, dan diblokir secara elektronik.

  7. Melakukan stock opname untuk menjaga akurasi persediaan stok

(BPOM, 2020)

  1. Penyaluran Obat

Dalam penyaluran harus memperhatikan tahap-tahap penerimaan pesanan, pengambilan, pengemasan, dan pengiriman. Berikut adalah hal yang perlu diperhatikan pada tahap penerimaan pesanan (BPOM, 2020).

  1. Pada saat penerimaan surat pesanan baik secara manual maupun secara elektronik, penanggung jawab harus memastikan: 

    1. Pemesan terdaftar sebagai pelanggan atau anggota yang terverifikasi dalam sistem aplikasi; 

    2. Kebenaran dan keabsahan surat pesanan, meliputi: 1) nama dan alamat penanggung jawab sarana pemesan; 2) nama, bentuk dan kekuatan sediaan, jumlah (dalam bentuk angka dan huruf) dan isi kemasan dari Obat/Bahan Obat yang dipesan; 3) nomor surat pesanan; 4) nama, alamat, dan izin sarana pemesan; 5) nama, Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)/ Surat Izin Praktik Tenaga Teknis Kefarmasian (SIPTTK) Penanggung Jawab sarana pemesan;

    3. kewajaran pesanan dengan mempertimbangkan: 1) jumlah dan frekuensi pesanan termasuk kapasitas tempat penyimpanan sarana pemesan; 2) jenis Obat yang dipesan mencakup pertimbangan terhadap Obat-Obat yang sering disalahgunakan; 3) lokasi sarana dan kondisi pelayanan mencakup lokasi sarana di wilayah keramaian atau dekat dengan fasilitas pelayanan kesehatan dan pertimbangan jumlah pelayanan resep atau tersedianya praktik dokter di sarana pemesan.

  2. Dalam hal terdapat kecurigaan terhadap keabsahan dan kewajaran pesanan harus dilakukan konfirmasi kepada penanggung jawab sarana pemesan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pelaksanaan konfirmasi harus didokumentasikan.

Setelah pesanan diterima, dilanjutkan tahap pengambilan. Proses pengambilan obat dan/atau bahan obat harus dilakukan dengan tepat sesuai dengan dokumen yang tersedia untuk memastikan obat dan/atau bahan obat yang diambil benar. Obat dan/atau bahan obat yang diambil harus memiliki masa simpan yang cukup sebelum kedaluwarsa dan berdasarkan FEFO. Nomor bets obat dan/atau bahan obat harus dicatat. Pengecualian dapat diizinkan jika ada kontrol yang memadai untuk mencegah pendistribusian obat dan/atau bahan obat kedaluwarsa (BPOM, 2020).

Tahap selanjutnya adalah tahap pengemasan. Obat dan/atau bahan obat harus dikemas sedemikian rupa sehingga kerusakan, kontaminasi dan pencurian dapat dihindari. Kemasan harus memadai untuk mempertahankan kondisi penyimpanan obat dan/atau bahan obat selama transportasi. Kontainer obat dan/atau bahan obat yang akan dikirimkan harus disegel (BPOM, 2020).

Tahap selanjutnya adalah tahap pengiriman. Hal yang perlu diperhatikan pada tahap pengiriman adalah sebagai berikut (BPOM, 2020).

  1. Pengiriman obat dan/atau bahan obat harus ditujukan kepada pelanggan yang mempunyai izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

  2. Untuk penyaluran obat dan/atau bahan obat ke orang/pihak yang berwenang atau berhak untuk keperluan khusus, seperti penelitian, special access, dan uji klinik, harus dilengkapi dengan dokumen yang mencakup tanggal, nama obat dan/atau bahan obat, bentuk sediaan, nomor bets, jumlah, nama dan alamat pemasok, nama dan alamat pemesan/penerima. Proses pengiriman dan kondisi penyimpanan harus sesuai dengan persyaratan obat dan/atau bahan obat dari industri farmasi. Dokumentasi harus disimpan dan mampu tertelusur.

  3. Prosedur tertulis untuk pengiriman obat dan/atau bahan obat harus tersedia. Prosedur tersebut harus mempertimbangkan sifat obat dan/atau bahan obat serta tindakan pencegahan khusus.

  4. Dokumen untuk pengiriman obat dan/atau bahan obat harus disiapkan dan harus mencakup sekurang-kurangnya informasi berikut:

    1. Tanggal pengiriman;

    2. Nama lengkap, alamat (tanpa akronim), nomor telepon, dan status dari penerima (misalnya Apotek, rumah sakit, atau klinik);

    3. Deskripsi obat dan/atau bahan obat, misalnya nama, bentuk sediaan dan kekuatan (jika perlu); Nomor bets dan tanggal kedaluwarsa; 

    4. Kuantitas obat dan/atau bahan obat, yaitu jumlah kontainer dan kuantitas per kontainer (jika perlu); 

    5. Nomor dokumen untuk identifikasi order pengiriman; dan

    6. Transportasi yang digunakan mencakup nama dan alamat perusahaan ekspedisi serta tanda tangan dan nama jelas Personel ekspedisi yang menerima (jika menggunakan jasa ekspedisi) dan kondisi penyimpanan;

  5. Pengiriman harus dilakukan langsung ke alamat yang tertera pada dokumen pengiriman dan harus diserahkan langsung kepada penanggung jawab sarana atau tenaga kefarmasian lain sebagai penerima. Obat dan/atau bahan obat tidak boleh ditinggalkan di tempat penyimpanan sementara yang tidak mempunyai izin PBF.

  6. Penerima harus membubuhkan tanda tangan, nama jelas, SIPA/SIPTTK, dan stempel sarana pada dokumen pengiriman.


3.3.3 CAPA (Corrective Action and Preventive Action)

Corrective Action and Preventive Action (CAPA) atau bisa disebut tindakan perbaikan dan pencegahan merupakan salah satu bagian yang penting dari sistem mutu farmasi. Dalam menentukan CAPA, terdapat tujuh fase atau juga dapat disebut langkah dasar. Berikut merupakan tujuh langkah dasar CAPA menurut (Tashi, et al., 2016):

  1. Identifikasi masalah, ketidaksesuaian, insiden atau potensi masalah.

Langkah awal dalam proses ini yaitu mendefinisikan dengan jelas masalah yang ada. Hal ini harus mencakup sumber informasi, penjelasan detailnya masalah, dan bukti yang tersedia bahwa ada masalah. Mendokumentasikan sumber informasi sangat membantu dan berguna ketika melakukan penyelidikan. Hal yang perlu diidentifikasi untuk melakukan CAPA antara lain: audit pelanggan dan inspeksi peraturan, audit internal, keluhan pelanggan, pelanggan kembali, penarikan  produk, penyimpangan, kegagalan batch/ batch yang ditolak, ulasan produk tahunan, dll.

  1. Evaluasi besarnya masalah dan dampak yang mungkin terjadi pada perusahaan.

Evaluasi digunakan untuk menentukan terlebih dahulu kebutuhan tindakan dan tingkat tindakan yang diperlukan. Pada bagian evaluasi, dijelaskan secara spesifik mengapa masalah tersebut menjadi perhatian.  Hal ini dapat mencakup kemungkinan dampak masalah dalam hal biaya, fungsi, kualitas produk, keamanan, keandalan, dan kepuasan pelanggan. 

  1. Pengembangan prosedur investigasi.

Bagian penting dari prosedur investigasi adalah menetapkan tanggung jawab untuk melakukan setiap aspek investigasi. Sumber daya tambahan apa pun yang mungkin diperlukan juga diidentifikasi dan didokumentasikan. Prosedur Investigasi disertakan. Ini adalah rencana tindakan tertulis untuk penyelidikan masalah Ini harus mencakup tujuan keseluruhan dan instruksi untuk melakukan penyelidikan, orang orang yang bertanggung jawab atas penyelidikan dan tanggal penyelesaian.

  1. Melakukan analisis menyeluruh terhadap masalah dengan dokumentasi yang sesuai.

  2. Membuat rencana tindakan yang mencantumkan semua tugas yang harus dilakukan diselesaikan untuk memperbaiki dan/atau mencegah masalah.

Berdasarkan evaluasi dampak dan risiko, dapat ditentukan tindakan perbaikan yang dapat dituliskan dalam Formulir Tindakan Perbaikan. Pada langkah ini, prosedur ditulis untuk melakukan rencana tindakan. Prosedur tersebut harus mencakup: tujuan tindakan yang akan diambil, prosedur yang harus diikuti, personel yang akan bertanggung jawab, dan sumber daya lain yang diperlukan

  1. Implementasi rencana tersebut.

  2. Tindak lanjut menyeluruh dengan verifikasi penyelesaian semua tugas, dan penilaian kelayakan dan efektivitas tindakan yang diambil

Tindak lanjut yang dapat dilakukan yaitu konfirmasi dan evaluasi keberhasilan rencana. Secara umum, metode tindakan preventif dapat dianggap sebagai proses analisis risiko



3.3.4 Penyelesaian Masalah Pada Kasus

  1. Pihak distributor melakukan pengkajian sebelum memulai kerjasama dengan relasi baru. Penanggung jawab harus memperhatikan beberapa hal pada saat menerima surat pesanan secara manual maupun elektronik. Diantaranya adalah

  1. Pemesan terdaftar sebagai pelanggan atau anggota yang terverifikasi dalam sistem aplikasi

  2. Keabsahan dan kebenaran surat pesanan, meliputi:

  • Nama dan alamat penanggung jawab pemesan

  • Nama, bentuk dan kekuatan sediaan, jumlah (dalam bentuk angka dan huruf) dan isi kemasan dari obat yang dipesan

  • Nomor surat pesanan

  • Nama, alamat, dan izin sarana pemesan

  • Nama, Surat Izin Praktik Apoteker (SIP)/Surat Izin Praktik Tenaga Teknis Kefarmasian (SIPTTK) penanggung jawab pemesan

  1. Kewajaran pesanan, meliputi:

  • Jumlah dan frekuensi pesanan termasuk kapasitas penyimpanan

  • Jenis obat yang dipesan mencakup pertimbangan terhadap obat yang sering disalahgunakan

  • Lokasi sarana dan kondisi pelayan berada di wilayah keramaian atau dekat fasilitas kesehatan

(BPOM, 2020)

  1. Kewajiban pengadaan pelatihan pada semua personil. Berdasarkan PerBPOM No. 6 Tahun 2020, semua harus memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan dalam CDOB dengan mengikuti pelatihan dan memiliki kompetensi sebelum memulai tugas, berdasarkan suatu prosedur tertulis dan sesuai dengan program pelatihan termasuk keselamatan kerja. Penanggung jawab juga harus menjaga kompetensinya dalam CDOB melalui pelatihan rutin berkala. Pelatihan khusus harus diberikan pelatihan khusus kepada personil yang menangani obat dan/atau bahan obat yang memerlukan persyaratan penanganan yang lebih ketat seperti obat dan/atau bahan obat berbahaya, bahan radioaktif, narkotika, psikotropika, rentan untuk disalahgunakan, dan sensitif terhadap suhu (BPOM RI, 2020). 

  2. Perlu adanya evaluasi terhadap aspek organisasi, manajemen, dan personalia bagian organisasi dan manajemen. Perlu adanya evaluasi terhadap beban kerja personil. Pada kasus, dinyatakan bahwa terdapat kesalahan dalam distribusi pemesanan, yaitu pesanan yang dikirimkan tidak sesuai dengan surat pesanan. Personil dengan beban tanggung jawab yang berlebihan akan meningkatkan risiko terhadap mutu obat dan/atau bahan obat yang didistribusikan (BPOM RI, 2020). 

  3. SOP Inspeksi diri

Inspeksi diri harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang ditetapkan dan mencakup semua aspek CDOB serta kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, pedoman dan prosedur tertulis. Inspeksi diri tidak hanya dilakukan pada bagian tertentu saja. Inspeksi diri harus dilakukan dengan cara independen dan rinci oleh personil yang kompeten dan ditunjuk oleh perusahaan. Berikut adalah format inspeksi diri oleh BPOM.

DAFTAR PUSTAKA

Aldiansyah, M., & Hidayatullah, D. S. 2019. Peranan Audit Internal Dalam Implementasi Cdob Untuk Meningkatkan Responsibilitas Pada Perusahaan Farmasi (studi Kasus Pada Pt. Prima Anugerah Mandiri). eProceedings of Management, 6(2).

Anggraeni, L. P., Suhara, D., & Rochmah, T. S. 2022. Implementation of Service Excellence on Service Quality by Customer Service at BRI Branch Bandung Martadinata Office Implementasi Pelayanan Prima Terhadap Kualitas Pelayanan Customer Service di BRI Kantor Cabang Bandung Martadinata. Jurnal Sekretaris dan Administrasi Bisnis, 6(2).

Amanda, S., & Hadisaputri, Y. E. 2023. Analisis Kebutuhan Tenaga Logistik di Salah Satu PBF Kota Bandung Tahun 2022. Majalah Farmasetika, 8(2).

BPOM RI. 2020. Cara Distribusi Obat yang Baik. Jakarta: Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI

BPOM RI. 2020. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 9 Tahun 2019 Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik. Jakarta: Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI

BPOM RI. 2021. Penerapan Sistem Jaminan Keamanan dan Mutu Pangan Olahan di Saranan Peredaran. Jakarta: Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI

BPOM., 2021. Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 24 Tahun 2021 Tentang Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian.

Depkes RI. 2014. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 34 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta: Depkes RI

Puspasari, A., Mustomi, D., Anggraeni, E., Sitasi, C. and Puspasari, A., 2019. Proses Pengendalian Kualitas Produk Reject dalam Kualitas Kontrol Pada PT. Yasufuku Indonesia Bekasi. Widya Cipta, 3(1), pp.71-78.

Ranti, Y. P., Mongi, J., Sambou, C., & Karauwan, F. 2021. Evaluasi Sistem Penyimpanan Obat Berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek M Manado. Biofarmasetikal Tropis (The Tropical Journal of Biopharmaceutical), 4(1), 80-87.

​​Ramadhani, S., Akbar, D. O., & Wan, J. R. 2022. Evaluasi Pengelolaan Obat pada Tahap Distribusi, Penyimpanan, serta Penggunaan Obat Pada Pasien Rawat Jalan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Mutiara Bunda Tahun 2019. Generics: Journal of Research in Pharmacy, 2(1), 61-66.

Samosir, W. 2022. Tata Kelola Persediaan Obat Di Gudang Instalasi Farmasi RSUD Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah. Jurnal Kesehatan, 10(2), 131-136.

Tashi, T., Mbuya, V.B. and Gangadharappa, H.V., 2016. Corrective action and preventive actions and its importance in quality management system: A review. International Journal of Pharmaceutical Quality Assurance, 7(1), pp.1-6.

Komentar

Postingan Populer