Swamedikasi

 

  1. Tanggung jawab dan Kewajiban Apoteker dalam Pelaksanaan Swamedikasi di Apotek

  1. Pemberian Informasi

Pemberian informasi berguna untuk mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir serta kemungkinan terjadinya kesalahan dalam penggunaan obat (medicatio error). Tujuan pemberian informasi kepada masyarakat atau pasien adalah bagian dari edukasi, agar masyarakat atau pasien dapat memahami dengan cermat dan cerdas obat yang hendak dikonsumsi sekaligus cara penggunaan obat yang baik dan benar.

Apoteker merupakan tenaga profesional kesehatan di bidang kefarmasian yang memiliki peranan penting dalam memberikan nasihat, bantuan, dan petunjuk kepada pasien atau masyarakat yang ingin melakukan swamedikasi. Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku dalam berinteraksi dengan pasien dalam pemberian informasi yang lengkap mengenai cara pemakaian dan penggunaan , efek samping hingga monitoring penggunaan obat untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Selengkapnya informasi obat yang dapat diberikan adalah khasiat obat, efek samping obat, cara pemakaian obat, dosis obat, waktu pemakaian obat, lama pemakaian obat, kontraindikasi obat, hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat, cara penyimpanan obat, cara memperlakukan obat yang masih tersisa, dan cara membedakan obat yang masih baik atau sudah rusak (Muharni, Aryani, & Mizanni, 2015). 

  1. Menjamin swamedikasi rasional

Menurut Departemen Kesehatan Indonesia (2006), bahwasannya kriteria penggunaan obat rasional adalah sebagai berikut (Sholiha, Fadholah, & Artanti, 2019)

  1. Tepat golongan artinya obat diberikan sesuai dengan golongan obat untuk swamedikasi yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotek

  2. Tepat diagnosis, artinya obat diberikan sesuai dengan diagnosis. Apabila diagnosis tidak dapat ditegakkan dengan benar maka pemilihan obat salah.

  3. Tepat indikasi penyakit artinya obat yang diberikan harus yang tepat bagi suatu penyakit

  4. Tepat pemilihan obat artinya obat yang dipilih harus memiliki efek terapi sesuai dengan penyakit

  5. Tepat dosis artinya dosis, jumlah, cara, waktu dan lama pemberian obat harus tepat. Apabila salah satu dari empat hal yang disebutkan tidak terpenuhi akan menyebabkan efek terapi tidak tercapai

  6. Tepat jumlah artinya jumlah obat yang diberikan kepada pasien harus dalam jumlah yang cukup

  7. Tepat cara pemberian artinya cara pemberian obat harus tepat

  8. Tepat lama pemberian dimana lama permberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masing-masing 

  9. Tepat penilaian kondisi pasien  dimana penggunaan obat disesuaikan dengan kondisi pasien, harus memperhatikan kontraindikasi obat, komplikasi, kehamilan. Menyusui, lanjut usia, atau bayi

  10. Waspada terhadap efek samping, obat dapat menimbulkan efek samping yaitu efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosisi terapi.

  11. Obat swamedikasi harus efektif, aman, mutu obat terjamin, tersedia setiap saat, dan harga terjangkau

  12. Tepat cara penyimpanan obat, yaitu obat disimpan dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat. 


  1. Bentuk Kesalahan yang Dapat Terjadi Pada Swamedikasi dan Penyebabnya 

  1. Keterbatasan pengetahuan masyarakat terhadap obat, penggunaan obat dan informasi obat (Muharni, 2016)

  2. Kurang pemberian informasi mengenai kontraindikasi obat yang kemungkinan dikarenakan keterbatasan pengetahuan tenaga kefarmasian terkait kontra indikasi obat yang akan dikonsumsi oleh pasien atau pelaksana swamedikasi, sehingga tenaga kefarmasian masih ragu dan masih menebak-nebak kontraindikasi obat yang akan dikonsumsi pasien atau pelaksana swamedikasi tersebut (Muharni, Aryani, & Mizanni, 2015)

  3. Kurangnya pemahaman tentang penggunaan obat yang tepat dan rasional, penggunaan obat secara berlebihan, serta kurangnya pemahaman tentang cara menyimpan dan membuang obat dengan benar, sedangkan tenaga kesehatan masih dirasakan kurang memberikan informasi yang memadai tentang penggunaan obat (Kemenkes RI, 2015).  

  1. Kriteria Obat yang Dapat Diberikan melalui Swamedikasi  

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 919 Tahun 1993 Pasal 2, kriteria obat yang dapat diberikan tanpa resep meliputi:

  1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak berusia <2 tahun, dan orang tua >65 tahun

  2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit

  3. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan

  4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit dengan prevalensi tinggi di Indonesia

  5. Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri

Selain itu, dalam Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas tahun 2006 tercantum bahwa:

  1. Swamedikasi ditujukan untuk penyakit ringan seperti batuk, flu, demam, nyeri, maag, diare, biang keringat, dan sebagainya

  2. Penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas dalam swamedikasi harus mengikuti prinsip penggunaan obat secara aman dan rasional

  3. Swamedikasi harus dilakukan secara bertanggung jawab dengan menggunakan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat, dan kualitasnya, serta membutuhkan pemilihan obat yang tepat sesuai indikasi dan kondisi pasien.

Jenis atau golongan obat yang diserahkan meliputi obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat tradisional (jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka). Obat keras dapat diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter dengan mengacu pada ketentuan mengenai Obat Wajib Apotek (OWA) yang telah tercantum pada beberapa peraturan berikut:

  1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek

  2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 924/Menkes/PER/X/1993 tentang Obat Wajib Apotek No. 2

  3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Obat Wajib Apotek No. 3

  4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan Penggolongan, Pembatasan, dan Kategori Obat


  1. Alur Swamedikasi yang Baik dan Benar

Tahapan swamedikasi secara umum meliputi patient assessment, penentuan rekomendasi, penyerahan, dan pemberian informasi obat (Nisa et al., 2021). Berikut ini adalah rincian tambahan mengenai tahapan swamedikasi:

  1. Perkenalan apoteker

  2. Pencatatan identitas pasien

  3. Patient Assessment

Penggalian informasi pasien bertujuan untuk mengetahui gejala yang dialami oleh pasien. Penggalian informasi yang kurang dalam dapat menimbulkan ketidakrasionalan dalam pengobatan swamedikasi. Terdapat dua jenis penggalian informasi pasien yang dapat dilakukan, diantaranya adalah sebagai berikut: 

  1. ASMETHOD

  1. Age/appearance: bagaimana usia dan penampilan/kondisi pasien

  2. Self or someone else: apakah pasiennya diri sendiri atau orang lain

  3. Medication: obat apa yang telah digunakan untuk merespon penyakit tersebut

  4. Extra medicines: apakah terdapat obat lain yang sedang dikonsumsi

  5. Time persisting: berapa lama keluhan tersebut dialami

  6. History: bagaimana riwayat penyakit pasien

  7. Other symptoms: apakah terdapat gejala lain yang menyertai

  8. Danger symptoms: apakah terdapat gejala yang parah

(Arenatha, 2014)

  1. WWHAM

  1. Who: untuk siapa obat tersebut

  2. What Symptoms: gejala apa yang dirasakan

  3. How long: sudah berapa lama gejala tersebut berlangsung

  4. Action: tindakan apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut

  5. Medicine: obat apa yang sedang digunakan oleh pasien

(Putra et al., 2020)

  1. Penentuan rekomendasi

Penentuan rekomendasi obat dipilih berdasarkan informasi yang diperoleh pada saat melakukan patient assessment. Penentuan rekomendasi terkait jumlah obat berkaitan dengan kebutuhan obat yang akan digunakan oleh pasien. Pada pergantian merk obat, berkaitan dengan saran penggantian obat dari generik ke paten. Pada tahap ini juga dilakukan penginformasian harga obat yang bertujuan untuk memberikan penawaran terkait harga dan juga sebagai persetujuan dalam jual beli (Lestari et al., 2021).

  1. Penyerahan obat

  2. Pemberian informasi obat

Pemberian informasi obat bertujuan untuk meningkatkan kerasionalan dalam pengobatan, untuk mengurangi terjadinya medication error maka diperlukan monitoring dalam penggunaan obat. Pemberian informasi ini juga merupakan bagian dari edukasi, yang memiliki tujuan memberikan wawasan kepada pasien terkait penggunaan obat yang benar sebelum pasien mengkonsumsi obat tersebut (Lestari et al., 2021). Pada tahapan ini dijelaskan mengenai indikasi, dosis, cara penggunaan, durasi pengobatan, efek samping, pantangan makanan/minuman, dan penyimpanan obat (Nisa et al., 2021).

  1. Pencatatan dan dokumentasi obat melalui PMR (Patient Medication Record)

Setiap pelayanan kefarmasian terutama pelayanan swamedikasi harus dilengkapi dengan dokumentasi berupa catatan pengobatan pasien (Patient Medication Record) untuk mendukung terlaksananya pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien (Kusuma et al., 2015  


  1. Hal yang Harus Diperhatikan oleh Pasien apabila Hendak Melakukan Swamedikasi  

Penggunaan obat swamedikasi yang sesuai akan mendukung upaya penggunaan obat yang rasional. Kerasionalan penggunaan obat terdiri dari beberapa aspek, diantaranya: ketepatan indikasi, kesesuaian dosis, tidak adanya kontraindikasi, tidak adanya efek samping dan interaksi obat makanan, serta ada tidaknya penggunaan lebih dari 2 obat untuk indikasi penyakit yang sama. Oleh karena itu, diperlukan adanya hal-hal yang perlu diperhatikan dalam swamedikasi. Berikut merupakan beberapa hal yang perlu diperhatikan saat swamedikasi.

  1. Kegunaan obat yang diperlukan (Setiawan dan Utama, 2022)

Sebelum melakukan swamedikasi, pasien harus memahami masalah kesehatan yang sedang dihadapi. Dengan memahami masalah kesehatan yang dihadapi, pasien dapat memilih obat yang sesuai dengan kegunaan obat yang diperlukan.

  1. Informasi cara penggunaan obat (Sitindaon, 2020).

Pasien yang akan melakukan swamedikasi, harus membaca dan memahami cara penggunaan obat,  meliputi dosis dan cara pakai. Hal ini merupakan suatu hal yang penting, karena kelebihan dan/atau kekurangan dosis serta  kesalahan cara pakai dapat mempengaruhi efikasi pengobatan dan dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan.

  1. Efek samping obat  (Sitindaon, 2020).

Obat memiliki efek samping yang berbeda-beda. Walaupun efek samping obat tidak selalu terjadi pada setiap penggunanya, memahami dan mengetahui efek samping obat tetap diperlukan sebagai antisipasi dan pemantauan diri terkait efek setelah konsumsi obat.

  1. Efek terapi obat yang harus dipantau  (Sitindaon, 2020).

Efek terapi obat adalah hasil pengobatan sesuai yang diharapkan. Hal ini dimaksudkan pasien harus memantau apakah terjadi perbaikan gejala setelah konsumsi obat serta menghentikan konsumsi obat apabila efek terapi obat sudah nampak.

  1. Kemungkinan interaksi obat  (Sitindaon, 2020).

Interaksi obat adalah perubahan efek obat akibat adanya obat lain, makanan, atau minuman (Agustin, 2020). Interaksi obat dapat menyebabkan toksisitas atau overdosis obat. Oleh karena itu pasien perlu memperhatikan informasi obat-obatan, makanan, dan minuman yang dapat berinteraksi dengan obat yang dikonsumsi.

  1. Tindakan pencegahan dan peringatan  (Sitindaon, 2020).

Pasien perlu memperhatikan informasi pencegahan dan peringatan seperti, kontraindikasi. Pasien dengan kondisi khusus (ibu hamil dan anak-anak) atau dengan penyakit penyerta (seperti hipertensi, gagal jantung, dsb) memiliki banyak pantangan terhadap obat-obatan. Oleh karena itu, penting bagi pasien untuk memahami dan membaca informasi terkait peringatan pada obat-obatan.

  1. Durasi penggunaan  dan kapan harus melakukan pengobatan lanjutan  (Sitindaon, 2020).

Menurut BPOM, dalam (Fadhilla dan Hamdani, 2021), swamedikasi aman digunakan selama 3 hari dan tidak digunakan secara terus menerus. Apabila tidak membaik atau sembuh dalam kurun waktu tersebut, maka swamedikasi harus dihentikan dan segera memeriksakan diri ke dokter. 


  1. Rekomendasi Pengobatan dan Edukasi Kepada Pasien yang Tepat untuk Pasien Diare dalam Swamedikasi 

  1. Rekomendasi Pengobatan

Berdasarkan Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Terbatas (2006), Pasien dapat diberikan terapi rehidrasi oral untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang keluar bersama tinja. Pada usia diatas 5 tahun diberikan oralit sebanyak 300 ml (1,5 gelas) setiap kali BAB. Selain oralit dapat diberikan diberikan adsorben atau obat pembentuk massa (Kombinasi kaolin-pektin dan attapulgit) yang berguna untuk mengurangi frekuensi buang air besar, memadatkan tinja, dan menyerap racun pada penderita diare berupa norit (karbon adsorben). Pada kasus ini, untuk norit dapat diberikan dalam bentuk tablet norit 250 mg sebanyak 3-4 tablet, 3 kali sehari; sedangkan obat pembentuk massa dapat direkomendasikan pemberian kombinasi kaolin-pektin dan attapulgit (setiap tablet mengandung 600 mg attapulgit) 1 tablet setiap habis BAB, maksimal 12 tablet dalam 24 jam 

  1. Edukasi

Berdasarkan Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas (2006), hal yang dapat dilakukan oleh pasien adalah sebagai berikut. 

  1. Minum banyak cairan bisa berupa air putih, sari buah, dan sup bening. Hindari alkohol, kopi/teh, susu. 

  2. Hindari makanan padat atau makanlah makanan yang tidak berasa (bubur, roti, pisang) selama 1 – 2 hari. 

  3. Minum cairan rehidrasi oral-oralit/larutan gula garam 

  4. Mencuci tangan dengan baik setiap habis buang air besar dan sebelum menyiapkan makanan. 

  5. Menjaga kebersihan makanan dan lingkungan

  6. Gunakan air bersih untuk memasak 

  7. Bila diare berlanjut lebih dari dua hari, dehidrasi, feses berdarah, atau terus-menerus kejang perut segera periksakan ke dokter


  1. Kelebihan dan Kekurangan Dari Swamedikasi

  1. Kelebihan

  1. Aman jika digunakan sesuai petunjuk

  2. Efektif untuk keluhan ringan

  3. Biaya obat lebih murah

  4. Hemat waktu

  5. Merasakan kepuasan tersendiri karena berperan dalam keputusan terapi

  6. Menghindari rasa malu jika harus menampakkan bagian tubuh tertentu di hadapan tenaga kesehatan

  7. Mengurangi beban pelayanan kesehatan pada kondisi terbatasnya sumber daya



  1. Kekurangan

  1. Adanya bahaya jika obat tidak digunakan sesuai aturan, hal ini tentunya akan menyebabkan pemborosan biaya dan waktu untuk mengatasi bahaya yang ditimbulkan tadi.

  2. Ada kemungkinan timbulnya reaksi yang tidak diinginkan, seperti efek samping, resistensi dan sensitivitas. 

  3. Unsur subjektivitas juga menjadi dominan karena kecenderungan pemilihan obat berdasarkan pengamalan, iklan, dan lingkungan sosial. 


(Aini et al., 2019)


DAFTAR PUSTAKA

Agustin, O.A. and Fitrianingsih, F., 2020. Kajian Interaksi Obat Berdasarkan Kategori Signifikansi Klinis Terhadap Pola Peresepan Pasien Rawat Jalan Di Apotek X Jambi. Electronic Journal Scientific of Environmental Health And Disease, 1(1).

Aini, S. R., Puspitasari, C. E., & Erwinayanti, G. S. 2019. Alih pengetahuan tentang obat dan obat tradisional dalam upaya swamedikasi di desa Batu Layar Lombok Barat. Jurnal Pendidikan dan Pengabdian Masyarakat, 2(4).

Arenatha, F. T. 2014. Analisis pelayanan kefarmasian pengobatan swamedikasi diukur dari penerapan pendekatan diagnosis diferensial dan 8 kriteria KIE ideal. CALYPTRA, 3(1), 1-19.

Aswad, P. A., Kharisma, Y., Andriane, Y., Respati, T., & Nurhayati, E. 2019. Pengetahuan dan perilaku swamedikasi oleh ibu-ibu di Kelurahan Tamansari Kota Bandung. Jurnal Integrasi Kesehatan & Sains, 1(2), 107-113.

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2006. Pedoman penggunaan obat bebas dan bebas terbatas. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Fadhilla, G. and Hamdani, S., 2021. Profil Penggunaan Obat dalam Swamedikasi pada Ibu-Ibu PKK di Kecamatan Garut Kota. Jurnal Medika Cendikia, 8(2), pp.39-49.

FDA (US Food and Drug Administration). What We Do.. [homepage on the internet]; 2018 [cited 2023 Sep]. Available from: https://www.fda.gov/about-fda/what-we-do 

Brayfield, A., 2014. Martindale The Complete Drug Reference 38th Edition. Pharmaceutical Press, London.

Muharni, S., Aryani, F., & Mizanni, M. (2015). Gambaran Tenaga Kefarmasian Dalam Memberikan Informasi Kepada Pelaku Swamedikasi di Apotek-Apotek Kecamatan Tampan, Pekanbaru. Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 2(1), 47-53.

Jabbar, A., Nurjannah, N. and Ifayah, M., 2017. Studi Pelaksanaan Pelayanan Swamedikasi Beberapa Apotek Kota Kendari. Warta Farmasi, 6(1), pp.28-36.

KBBI. (2023). Diakses pada tanggal 29 September 2023 https://kbbi.web.id/alergi

KBBI. (2023). Diakses pada tanggal 29 September 2023 https://kbbi.web.id/diare

KBBI. (2023). Diakses pada tanggal 29 September 2023 https://kbbi.web.id/feses

KBBI. (2023). Diakses pada tanggal 29 September 2023 https://kbbi.web.id/kram

KBBI. (2023). Diakses pada tanggal 29 September 2023 https://kbbi.web.id/overdosis

KBBI. (2023). Diakses pada tanggal 29 September 2023 https://kbbi.web.id/persentase

KBBI. (2023). Diakses pada tanggal 29 September 2023 https://kbbi.web.id/publikasi

KBBI. 2023. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2023https://kbbi.web.id/penyalahgunaan

Kemenkes RI. 2015. Pemahaman Masyarakat Akan Penggunaan Obat Masih Rendah. Jakarta : Pusat Komunikasi Publik. 

Kusuma, A. M., Ahmad, R. B., & Galistiani, G. F. 2015. Evaluasi Penerapan Dokumentasi Patient Medication Record (PMR) Di Apotek Wilayah Kabupaten Banyumas. PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia), 12(1).

Lerango, T. L., Alagaw, A., Tunje, A., Andarge, E., Duko, B., Tilahune, A. B., & Lerango, S. L. 2023. Self-medication practice among pregnant women in Wolaita Zone, Southern Ethiopia: An institutionally based cross-sectional study. Heliyon, 9(3).

Lestari, M. A. P., Amarullah, A., & Wahyuni, K. I. 2021. Pelayanan Swamedikasi Asam Mefenamat di Beberapa Apotek Kabupaten Lamongan (Studi dengan Metode Simulasi Pasien). FARMASIS: Jurnal Sains Farmasi, 2(2), 7-15.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 1993. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta: Menteri Kesehatan RI. 

Muharni, S. 2016. S Sikap Tenaga Kefarmasian dalam Penggalian Informasi Pada Swamedikasi Nyeri Gigi di Apotek-Apotek Kota Pekanbaru Provinsi Riau: Sikap Tenaga Kefarmasian dalam Penggalian Informasi Pada Swamedikasi Nyeri Gigi di Apotek-Apotek Kota Pekanbaru Provinsi Riau. Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia, 5(2), 67-73.

National Poisons Information Centre. 2021. Information Centre. Beaumont Hospital, Dublin 9, Ireland.

Nisa, S., Amarullah, A., & Wahyuni, K. I. 2021. Pelayanan Swamedikasi Metampiron di Beberapa Apotek Kabupaten Jombang (Studi Dengan Metode Simulasi Pasien). FARMASIS: Jurnal Sains Farmasi, 2(2), 1-6.

Putra, O. N., Kresnamurti, A., & Yunita, A. 2020. Satisfaction Level of Patients with Self Medication on Drug Information Services in Several Pharmacies of East Surabaya. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 18(2), 143-149.

RAHMAYANTI, S. U. (2021). Review Artikel: Tren Dan Kemajuan Terbaru Teknologi Kemasan Sediaan Farmasi (Trend and Recent Advance of Pharmaceutical Packaging). Farmaka, 19(1), 26-34.

Setiawan, S.A. and Utama, W.T., 2022. Pengetahuan Swamedikasi pada Ibu Rumah Tangga: Tinjauan Pustaka. Jurnal Agromedicine, 9(2), pp.158-162.

Sholiha, S., Fadholah, A., & Artanti, L. O. (2019). Tingkat Pengetahuan Pasien Dan Rasionalitas Swamedikasi Di Apotek Kecamatan Colomadu. Pharmasipha, 3(2), 38-48.

Sitindaon, L. A. 2020. Perilaku swamedikasi. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 9(2), 787-791.

Wulandari, D. (2017). Gambaran Pengetahuan Masyarakat Tentang Swamedikasi Diare Di Dusun Macanan Kelurahan Tanjung Kecamatan Muntilan. Jurnal Farmasi Sains dan Praktis, 3(1).

Komentar

Postingan Populer